Manajemen inventaris adalah elemen penting dalam rantai pasok (supply chain) yang berperan memastikan produk tersedia di tempat dan waktu yang tepat. Dengan manajemen inventaris yang baik, bisnis dapat memenuhi pesanan pelanggan tepat waktu, mengurangi risiko kehabisan stok, dan menjaga efisiensi operasional. Mau tahu lebih dalam mengenai ini? Simak artikel berikut sampai tuntas!
Pengertian Manajemen Inventaris
Menurut SAP, manajemen inventaris adalah proses pengawasan terhadap setiap tahap dalam siklus hidup produk—mulai dari bahan baku di pabrik hingga produk jadi yang siap dijual. Tujuannya adalah memastikan ketersediaan barang sesuai kebutuhan pasar dengan biaya serendah mungkin, sekaligus mengurangi risiko kelebihan atau kekurangan stok. Dengan kata lain, manajemen inventaris membantu bisnis menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dan efisiensi operasional.
Selanjutnya, Oracle NetSuite menyebutkan bahwa bagi sebagian besar bisnis, inventaris adalah aset utama yang menghasilkan pendapatan, namun juga memerlukan modal dan sumber daya untuk mengelolanya dengan baik.
Secara umum, terdapat empat jenis inventaris yang “diawasi” dalam manajemen inventaris, yaitu:
- Raw materials and components. Bahan baku dan komponen yang digunakan dalam proses produksi.
- Work-in-progress (WIP). Barang yang sedang dalam tahap pengerjaan atau pengemasan.
- Finished goods. Produk jadi yang siap didistribusikan ke reseller atau pelanggan.
- Maintenance, repair, and operating supplies (MRO). Perlengkapan pendukung seperti mesin/peralatan, suku cadang, dan bahan pembersih yang tidak termasuk dalam produk akhir.
Tujuan dan Fungsi Manajemen Inventaris

Manajemen inventaris memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan pelanggan. Berikut lima tujuan dan fungsi utama manajemen inventaris.
1. Menjaga Ketersediaan Barang dan Kepuasan Pelanggan
Salah satu fungsi utama manajemen inventaris adalah memastikan produk yang dibutuhkan pelanggan selalu tersedia di waktu yang tepat. Dengan pengelolaan stok yang akurat, bisnis dapat menghindari stockout yang menyebabkan kehilangan penjualan dan menurunkan loyalitas pelanggan.
2. Mengoptimalkan Biaya dan Mengurangi Pemborosan
Inventaris yang berlebih (overstock) dapat menimbulkan risiko, seperti biaya tambahan untuk penyimpanan, penurunan nilai barang, hingga risiko kedaluwarsa. Namun, sistem manajemen inventaris yang baik dapat menekan risiko ini dengan menjaga jumlah stok tetap proporsional. Hasilnya, efisiensi keuangan meningkat dan risiko kerugian akibat barang tidak terjual bisa ditekan.
3. Meningkatkan Efisiensi Operasional dan Produktivitas
Pengelolaan inventaris yang efektif juga dapat mempercepat alur kerja, mengurangi kesalahan manusia, serta memperlancar proses produksi dan distribusi. Efisiensi ini tidak hanya mempercepat pengiriman barang ke pelanggan, tetapi juga membantu tim operasional fokus pada kegiatan yang lebih strategis.
4. Memperkuat Arus Kas dan Kinerja Keuangan
Manajemen inventaris yang efektif memastikan modal tidak terjebak dalam stok yang berlebih. Dengan menjaga rotasi stok tetap sehat, perusahaan memiliki fleksibilitas lebih dalam mengalokasikan dana untuk inovasi atau ekspansi bisnis. Pada akhirnya, hal ini mendukung kesehatan finansial jangka panjang dan meningkatkan profitabilitas.
5. Meningkatkan Akurasi Perencanaan dan Pengambilan Keputusan
Melalui pemantauan data inventaris secara real-time, bisnis dapat melakukan forecasting permintaan yang lebih akurat. Dengan demikian, keputusan terkait pembelian, produksi, dan distribusi dapat diambil berdasarkan data aktual, bukan perkiraan semata.
Tantangan dalam Manajemen Inventaris
Walau sudah dikelola sedemikian rupa, manajemen inventaris tidak terbebas dari tantangan. Padahal, satu kesalahan kecil saja sudah bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan dan kinerja bisnis secara keseluruhan. Maka dari itu, Sahabat Labamu juga perlu tahu lima tantangan utama dalam manajemen inventaris berikut ini:
- Ketidakakuratan Data Stok. Tanpa informasi stok yang akurat, bisnis sulit mengetahui kapan, berapa, dan produk mana yang harus segera dipesan ulang.
- Fluktuasi Permintaan Pasar. Perubahan tren dan perilaku konsumen yang dinamis membuat perencanaan stok menjadi sulit, terutama jika sistem tidak mampu melacak pola permintaan secara real-time.
- Proses Manual dan Tidak Efisien. Pengelolaan inventaris secara manual rentan terhadap kesalahan input dan keterlambatan, yang dapat memperlambat operasional dan mengganggu rantai pasok.
- Pemanfaatan Ruang Gudang yang Kurang Optimal. Penataan gudang yang tidak efisien menyebabkan waktu pencarian barang lebih lama, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan biaya penyimpanan.
- Kehilangan dan Kerusakan Barang. Produk yang hilang, rusak, atau tidak tercatat dengan benar dapat menurunkan akurasi inventaris, mengakibatkan kesalahan perhitungan stok, dan menimbulkan potensi kerugian finansial.
Jenis-jenis Metode dalam Manajemen Inventaris
Karena itu, tidak ada satu metode manajemen inventaris yang cocok untuk semua. Kebanyakan bisnis menggabungkan beberapa metode sekaligus agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan strategi operasionalnya. Berikut tujuh metode manajemen inventaris yang paling umum digunakan.
1. ABC Analysis
Metode ini memprioritaskan pengelolaan inventaris berdasarkan nilai dan pentingnya barang. Kategori “A” untuk barang bernilai tinggi dan butuh pengawasan ketat, kategori “B” bernilai sedang dengan kontrol moderat, sedangkan kategori “C” bernilai rendah namun jumlahnya banyak dan cukup diawasi secara sederhana.
2. Just-in-Time (JIT)
Pendekatan ini hanya memesan barang saat dibutuhkan sehingga efektif menekan biaya penyimpanan dan meminimalkan limbah. Namun, JIT menuntut perencanaan permintaan yang akurat dan pemasok yang sangat andal untuk menghindari keterlambatan pasokan yang bisa mengacaukan proses produksi hingga distribusi.
3. Safety Stock
Strategi ini melibatkan penyimpanan stok cadangan untuk mengantisipasi gangguan rantai pasok atau lonjakan permintaan mendadak. Meskipun menambah biaya penyimpanan, safety stock bisa berfungsi sebagai “penyelamat” saat situasi tak terduga terjadi.
4. Economic Order Quantity (EOQ)
EOQ membantu menentukan jumlah pemesanan paling efisien berdasarkan biaya penyimpanan, permintaan, dan waktu pemesanan. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara frekuensi pemesanan dan jumlah stok agar biaya total tetap minimum.
5. First-in, First-out (FIFO)
Sistem ini memastikan barang yang pertama masuk juga menjadi yang pertama dijual. Dengan cara ini, produk tetap segar dan risiko penurunan kualitas atau kedaluwarsa dapat diminimalkan.
6. Last-in, First-out (LIFO)
Sebaliknya, dalam metode LIFO, barang terbaru dijual terlebih dahulu. Strategi ini sering digunakan saat harga bahan baku meningkat karena dapat membantu menekan beban pajak melalui nilai pokok penjualan yang lebih tinggi.
7. Material Requirements Planning (MRP)
MRP mengandalkan peramalan penjualan untuk menentukan kebutuhan bahan baku dan waktu pemesanan. Dengan sistem ini, produsen dapat menjaga ketersediaan bahan secara tepat waktu sesuai jadwal produksi dan pesanan pelanggan.
Tahapan dalam Manajemen Inventaris yang Efektif

Tingkat kompleksitas dalam manajemen inventaris sangat bergantung pada ukuran dan sifat bisnis. Usaha kecil dengan sedikit produk mungkin memiliki proses yang sederhana dan rantai pasok yang lebih mudah dikelola, sementara perusahaan besar dengan berbagai jenis produk akan menghadapi sistem yang lebih rumit dan saling terhubung.
Namun, pada dasarnya, setiap bisnis memiliki tahapan dasar yang sama untuk memastikan manajemen inventaris berjalan efektif, seperti berikut ini.
1. Perencanaan dan Pemesanan (Planning and Ordering)
Tahap ini dimulai dengan memahami permintaan pasar melalui data penjualan dan proyeksi musiman. Tujuannya adalah memastikan bahan baku atau produk dipesan dalam jumlah dan waktu yang tepat agar rantai pasok tetap lancar.
2. Pengiriman Barang (Delivery)
Setelah dipesan, barang atau bahan baku dikirim ke fasilitas bisnis. Bagi produsen, ini berarti menerima bahan mentah. Sedangkan bagi distributor dan retailer, ini berarti menerima produk siap jual.
3. Peninjauan dan Penyimpanan (Review and Storage)
Semua stok dicatat ke dalam sistem manajemen gudang menggunakan Stock Keeping Unit (SKU) atau kode produk unik agar mudah dilacak. Tata letak gudang yang rapi membantu mempercepat pencarian barang dan memastikan stok lama digunakan terlebih dahulu untuk menghindari kerusakan atau kedaluwarsa.
4. Penjualan (Selling)
Ketika pesanan masuk, sistem akan memverifikasi ketersediaan stok, mengambil produk, dan menyiapkannya untuk dikirim. Proses pengemasan dan pelacakan pengiriman yang efisien membantu menjaga kepuasan pelanggan.
5. Pelaporan dan Audit (Reporting and Auditing)
Pencatatan inventaris yang akurat penting untuk memantau arus stok dari penerimaan hingga pengiriman. Audit rutin—baik manual maupun otomatis—membantu menemukan perbedaan antara catatan dan jumlah fisik di lapangan.
6. Pemesanan Ulang (Reordering)
Perusahaan menetapkan titik pemesanan ulang (reorder point) untuk memastikan stok selalu tersedia tanpa berlebihan. Sistem ini dapat diatur berdasarkan tingkat permintaan, waktu perputaran stok, atau jadwal pengisian ulang periodik.
Setelah memahami manfaat sekaligus tantangannya, kamu pasti setuju kalau manajemen inventaris lebih dari sekadar mencatat stok barang. Dengan sistem yang tepat, bisnismu bisa menghindari pemborosan, mengoptimalkan arus kas, hingga meningkatkan kepuasan pelanggan. Karena itu, kamu butuh fitur Manufacturing dari Labamu yang bisa membantu para pebisnis mengelola stok, produksi, hingga distribusi dalam satu platform terpadu. Yuk, download aplikasinya di Google Play atau App Storesekarang!


